Dosen Hanif, menyampaikan peribahasa di depan para mahasiswanya. "Apakah kalian pernah dengar peribahasa :'Guru kencing berdiri, murid kencing berlari'?"
Sebagian mengangkat tangannya tanda sudah pernah mendengar, dan sebagian lainnya diam tanda tidak tahu.
"Saya sudah membaca peribahasa itu saat belajar Bahasa Indonesia di tahun 1987 lalu, kalian belum lahir", dosen Hanif mengomentari pertanyaannya sendiri,"Saya sendiri tidak tahu sejak kapan peribahasa itu sudah ada, bisa jadi sudah lebih dari 30 tahun atau mungkin lebih."
"Namun peribahasa itu sangat relevan dengan zaman sekarang, karena memberi panduan bagaimana kita bersikap."
"Coba kalian perhatikan peribahasa tersebut," lanjut dosen Hanif," Ada dua hal yang menggelitik bila kita perhatikan lebih jauh, pertama, kata : guru; kedua, frase : kencing berdiri.
"Coba simak ya ucapan saya," dosen Hanif memberi instruksi pada para mahasiswanya.
"Pertama. Kata : Guru." dosen melanjutkan ucapannya.
"Guru secara formal ialah orang yang mendidik dan mengajar di lembaga resmi pendidikan atau sekolah di tingkat dasar dan menengah, disini mereka harus punya kualifikasi tertentu."
"Namun arti secara luas, guru ialah orang yang mengajarkan hal-hal yang baru pada orang lain."
"Dalam petatah petitih dan pitutur Jawa, maka guru ialah orang yang diGUgu dan ditiRU, jadi seorang guru ialah yang kata-katanya dipercaya dan dipatuhi, perilakunya pun patut diikuti, dicontoh, dan diteladani, bisa dimengerti?" dosen Hanif menjelaskan pada para mahasiswanya yang sedang melongo mendengarkan uraiannya.
"Jadi, secara arti luas, apakah seorang ayah bisa disebut guru bagi istri dan anak-anaknya? Seorang istri menjadi guru bagi anak-anaknya? Seorang atasan menjadi guru bagi para stafnya? Seorang kepala daerah atau wilayah menjadi guru bagi para warganya?" tanya dosen Hanif.
"Bisaaaaa," jawab para mahasiswa kompak.
"Tepat sekali," jawab dosen Hanif," Kalau meminjam pitutur Jawa, maka jawabnnya ialah : ya."
"Ada lagi yang perlu diperhatikan yaitu frase kedua yaitu : kencing berdiri."
Dosen Hanif melempar pandangannya pada para mahasiswanya. Ada beberapa mahasiswi mesem-mesem mendengar kata-kata dosennya. "Kenapa yang putri mesem-mesem dengar frase KENCING BERDIRI?" dosen Hanif tersenyum melihat perilaku para mahasiswi di kelasnya.
"Entah sejak kapan peribahasa ini dibuat namun ada hal yang menarik untuk diulas," dosen hanif melanjutkan," Pertanyaannya ialah mengapa kata KENCING BERDIRI yang dipakai? Ada apa dengan kencing berdiri?" tanya dosen Hanif disambut tertawa geli para mahasiswanya.
"Ini yang laki-laki, apakah kamu kalau kencing berdiri?" tanya dosen Hanif disambut tertawa mahasiswanya.
"Gak ada yang ngaku....pasti malu yaaaa?" goda dosen Hanif.
"Baik saya lanjutkan," dosen hanif menghentikan senyum-senyum para mahasiswanya.
"Karena saya seorang muslim, kalian semua muslim kan?" dosen Hanif memastikan agar para mahasiswanya memiliki sudut pandang yang sama.
"Karena kalian muslim semua maka tinjauan saya berdasarkan apa yang ada dalam Islam."
"Dalam agama kita, saat seorang laki-laki buang air kecil atau istilahnya kencing, maka diharapkan dan sangat dianjurkan tidak berdiri, jadi kencing sambil berdiri adalah hal yang dianggap tidak terpuji," Hanif menerangkan pada mahasiswanya.
"Nah disini unik, karena gara-gara gurunya kencing berdiri, maka dikatakan muridnya akan kencing sambil berlari," Hanif melanjutkan sambil menyapu pandangannya ke kelas,"Dari konotasi konteksnya saja, kencing berdiri itu adalah hal yang negatif, setuju?"
"Setuju," para mahasiswa menampilkan koor.
"Jadi bisa dikatakan perilaku tak baik dari sang guru, bisa menghasilkan hal-hal yang lebih fatal, dari urusan kencing berdiri," dosen Hanif berbicara dengan nada suara yang ditekan,"Coba bayangkan kekacauan yang timbul karena muridnya kencing sambil berlari."
"Kalian sebagai calon guru formal, harus jaga perilaku kalian. Sebagai guru secara umum kalian akan menjadi suami, bapak, atau ibu di keluarga kalian maka harus bisa menjadi teladan di rumah."
"Mungkin ada yang protes : Tapi ada anak ustadz kok seneng mabok-mabokan?"
Dosen Hanif menjelaskan,"Hal seperti ini adalah suatu kasus dan tidak bisa semata-mata menyalahkan sang ustadz.'
"Biar bagaimana pun meskipun sudah dibentengi dengan ilmu agama sejak belum baligh hingga dewasa, bila sang anak memiliki teman-teman yang senang dengan kemungkaran, maka besar kemungkinan dia akan ikut dengan temannya, sementara sang ustadz tidak bisa memantau setiap jam pergaulan anaknya."
"Nabi Nuh pun memiliki anak dan istri yang tidak mau diajak menyembah Allah, karena mereka lebih mendengar orang-orang mungkar di sekitarnya," sambung dosen Hanif,"Itulah bukti besarnya pengaruh teman pada diri seseoang."
"Nah ini penting bagi kamu agar hati-hati dalam memilih teman."
"Hal terpenting yang kalian bisa lakukan ialah ikhtiar berperilaku baik sesuai agama, dan bagi yang masih kencing berdiri.....inga.....inga.......dan ingatlah selalu peribahasa ini, bisa?"
"Siaaaaaaap, pak dosen," jawab para mahasiswa sambil cengengesan.
"Oh ya sebelum saya tutup, saya mau tanya kepada kalian," pandangan dosen Hanif menyapu seluruh kelas.
"Apakah kalian akan ikut kata-kata saya yang meminta kalian cepat lulus kuliah sementara saya sendiri kuliah S3 misalnya tapi tidak kunjung lulus?"
Para mahasiswa ramai dan berkomentar bergantian.
"Saya cuma ketawa, Pak."
"Kan bapak yang ngajarin saya untuk gak lulus lulus."
"Saya kirimin cermin ke bapak."
"Bapak kencing berdiri, kami kencing berlari."
"OK sudah sudah, jelek kan komentar kalian, untung saja saya sudah lulus sebelum kalian kuliah," dosen Hanif tertawa.
Gonilan 24 April 2024
Pena


Tidak ada komentar:
Posting Komentar